Renungan Mingguan Kristen
KEBERPIHAKKAN PADA YANG LEMAH BERDAMPAK MEMPERSATUKAN
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
AYUB 29:1-15
KEBERPIHAKKAN PADA YANG LEMAH BERDAMPAK MEMPERSATUKAN
Apa pentingnya
mengingat masa lalu? Adakah sesuatu yang bisa dipelajari dari sejarah?
Masa lalu bergantung
bagaimana kita menyikapinya, sejarah bisa menjadi cambuk positif yang memacu
sikap kita sekarang untuk mengantisipasi masa depan.
Atau sebaliknya,
kita bisa menjadi frustasi karena tidak mampu keluar dari jebakan masa lalu.
Ayub pasal 29-31, nampaknya suatu kesatuan sastera yang
sukar dipecah-pecahkan.
Bagian pertama uraian ini, pasal 29, merupakan
sebuah contoh jitu bagaimana orang Israel dahulu memikirkan suatu hidup yang
bahagia.
Ayat 1-6 kesaksian kekariban Ayub dengan Allah di
masa lalu sebelum menderita
Ketika Ayub
mengingat-ingat masa lalunya, ia menyadari beberapa hal. Pertama, Tuhan mengasihinya.
Tuhan memelihara dan menuntun Ayub dalam situasi baik dan keadaan buruk (ayat 3-6).
kedua,
Ayub bertumbuh menjadi seseorang yang
mengasihi Allah dan mengasihi sesama.
ayat 7-11). Kejayaan dan pelayanan
Kebahagiaannya
sempurna dengan keluarga dan kekayaan yang melimpah. Lebih dari itu, Ayub
adalah orang yang bergaul akrab dengan Allah. Selain kemakmuran, Ayub juga
memiliki kehormatan
dengan kualitas
hidup yang seperti itu, Ayub dihormati oleh banyak orang. Orang muda hormat
kepadanya dan para pejabat serta petinggi pemerintahan segan terhadapnya(ayat
7-8)
Kehadirannya
yang menebarkan pengharapan, kesejukan, dan sukacita selalu ditunggu orang lain(ayat
9-10).
Hidupnya
diabdikan untuk menolong orang-orang yang kesusahan (ayat 12), menghibur mereka
yang menderita (ayat 13). Tindakannya senantiasa adil, bagi orang tertindas ia
adalah pembela (ayat 14-16) dan untuk orang lalim Ayub seorang hakim yang tegas
(ayat 17).
Ayat 17-22
ayub dan kebijaksanaan
(ayat 21-23). Namun, hal yang juga disadari
Ayub adalah ia tidak boleh terninabobo oleh masa lalu. Kenyataan itu sudah
lewat (ayat 18 fikiranku: bersama-sama dengan sarangku aku akan binasa. Dan memperbanyak
hari-hariku seperti burung peniks. (Burung foniks,
feniks, atau foiniks dalam mitologi Mesir adalah sejenis burung api legendaris
yang keramat. Burung api ini digambarkan memiliki bulu yang sangat indah
berwarna merah dan keemasan. Burung foniks dikatakan dapat hidup selama 500
atau 1461 tahun).
20). Ia tidak
lagi menjadi penuntun hidup bagi sesama, pemberi sukacita bagi orang berduka,
dan pendorong semangat bagi mereka yang putus asa (ayat 24-25).
Sebagai anak
Tuhan yang sudah ditebus, kita menengok ke belakang pada kayu salib Kristus
agar iman kita diteguhkan untuk menghadapi masa kini. Kita harus mengarahkan
pengharapan kita ke depan, kepada janji Allah yang akan digenapi-Nya pada
waktu-Nya. Jalani hidup ini dalam kasih, sehingga hidup ini berarti bagi diri
sendiri, menjadi berkat bagi sesama, dan berkenan bagi Tuhan.
Seluruh pemahaman kita terhadap pergumulan
Ayub nampaknya ditumpukan pada ayat 28. Pada akhirnya, apa yang kita cari dalam
kehidupan kita? Apa yang menjadi kompas dalam hidup kita? Ada orang yang
mencari kesuksesan, kekayaan, dan ketenaran.
Sepanjang
pergumulannya, Ayub berdebat dengan teman-temannya tentang hal ini. Kini kita
menjumpai bahwa yang terpenting adalah takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.
Inilah pangkal segala kekayaan yang tak ternilai dalam hidup.
Orang fasik bisa
sukses, kaya, dan tenar. Orang benar pun bisa sukses, kaya, dan tenar. Tetapi
orang benar juga bisa mengalami kegagalan dalam hidup, tetap miskin dan tidak
pernah menjadi siapa-siapa. Artinya, itu semua bukanlah ukuran yang bisa
dijadikan pegangan. Kita dipanggil untuk tetap menjadi orang benar karena
ukuran kehidupan adalah takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.
Dalam pasal 29
Ayub sendiri mengenang masa lalunya yang penuh kesuksesan, kekayaan, ketenaran,
dan kehormatan. Tak ada satu pun yang perlu diimpikannya, sebab ia tidak
berkekurangan dalam segala sesuatu yang pernah diimpikan orang. Namun, semua
itu bisa lenyap sekejap, dan bagi Ayub hal itu sudah berlalu.
“Kita
mungkin tidak hidup di masa lalu,
tapi
masa lalu hidup di dalam diri kita.
Belajar
dari masa lalu, hidup untuk hari ini, berharap untuk hari esok.
Masa
lalu adalah kenangan terbaik yang membawa kita dalam kemenangan.
Hidup
hanya bisa dipahami secara terbalik; tapi itu harus dihayati ke depan.
fimikirkan
masa lalu, mimpikan masa depan,
konsentrasikan
pikiran pada saat sekarang.
tetap
berterimakasihlah pada masa lalu. Karenanya kita bisa lebih memahami apa yang
harus di hindari. dalam proses melepaskan, kita akan kehilangan banyak hal dari
masa lalu, tetapi kita akan menemukan diri kita sendiri sebab Tuhan tetap
beserta”.
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus